Letting Go



Memang benar kamu akan mengerti dari banyak perspektif setelah banyak cerita, luka, pengalaman, pertemuan, perpisahan, hari, bulan, tahun, dan perubahan yang dilalui. 

Selain itu kamu akan mengerti dan mencerna situasi dengan menarik diri, dan mencoba untuk merefleksikan diri - mengintrospeksi dengan berdiam sejenak, melepaskan beban pikiran, dan mencoba menerima keadaan (highlight. berdamai dengan keadaan). 

Setelah beberapa saat aku menarik diri dari lingkungan sosial, bertahan dalam keadaan terguncang, mencoba melepaskan dan menerima hal-hal yang tidak bisa dikendalikan, aku merasa tertampar sekaligus merasa terlahir kembali; dalam artian mengembalikan prinsip dan standar hidup yang ternyata telah melenceng dan hampir berhasil mengubah karakter diriku.

Namun, ternyata Allah Yang Maha Pelindung, selalu menjagaku walau mungkin aku sering membuat kesalahan dan sering mengecewakan-Nya. Tetap membersamaiku, membimbingku, menolongku yang hampir terjatuh dalam jurang kedzaliman diri. 

Beberapa waktu aku menghilang (berusaha tidak menunjukkan diriku dan sangat sedikit yang mengetahui keberadaanku), berusaha memulihkan, membangkitkan, mengikhlaskan, dan pelajaran paling penting lainnya yaitu memaafkan, dan mencintai diri sendiri serta keadaan.

Ternyata benar-benar perlu sejatuh itu, aku akhirnya dapat tertawa lepas kembali.

Bagaimana aku bisa berhenti atau setidaknya meredakan kalut pikiran dan kecemasan akan masa depan? Aku berani sumpah butuh waktu lama untuk mempelajari ini terlebih tipe orang overthinking.

Namun, untuk saat ini aku sudah lebih stabil, mampu memberikan jawaban pada pertanyaan tersebut.

Intinya bersyukur apa yang kamu miliki, hargai dan cintai hal-hal yang membuatmu bahagia, jaga dan jangan sampai kamu merusak atau melukai, maafkan apa yang telah terjadi.

Untuk urusan bagaimana kedepannya tentang apapun itu, berdo'a, sisanya serahkan kepada pemilik segala-Nya, harus benar-benar yakin dalam hati bahwa Allah memberikan yang terbaik.

Pasti sulit untuk mempercayai hal ini bagi beberapa perspektif, terlebih seperti saat aku terpuruk pun rasanya tidak terima dengan keadaan dan berpikir, mengapa jalan hidupku tidak mudah? apa benar aku berhak bahagia? mempertanyakan apa benar Allah sayang.

Bukankah rencana Allah itu baik walau awalnya perlu air mata untuk menerima ketentuan-Nya? 

Kemudian dalam hal bersyukur, ingat hidup kita hanya sebentar di dunia yang fana. Jangan buang energimu untuk hal-hal yang menyakitimu. Ambil dan jaga hal yang kamu miliki dengan keberanian.

Terlebih "kamu hanya akan menghargai sesuatu ketika hal tersebut telah hilang darimu".

Aku saksi hidup, beberapa dari mereka pergi tanpa memberikan kesempatan adanya persiapan dari orang-orang terdekatnya. Memang pasti, sudah pasti tidak ada satu orang pun yang tahu kapan mereka akan berpulang.

Lalu aku membayangkan

    1. Bagaimana jika aku yang pergi?
    2. Apa amalanku telah cukup?
    3. Apa taubatku diterima?
    4. Apa aku sempat meminta maaf pada mereka yang telah aku sakiti?
    5. Bagaimana orang sekitarku?
    6. Apa yang terjadi pada mereka dalam kurun waktu sebulan? 2 bulan? 1 tahun? dan seterusnya
Lalu aku mulai menangis dan terpaku pada satu pertanyaan mengena. 
"Apa aku cukup siap jika sewaktu-waktu aku kembali berpulang kepada-Nya?"

Melalui tulisan ini, saya Tasya Alifia Azzahra, memohon maaf sebesar-besarnya dengan tulus bagi semua orang yang sempat mengetahui, bertemu bahkan mengenal saya.

Saat ini dan kedepannya yang dapat aku lakukan terus berusaha berbuat baik dan penuh cinta kepada siapapun walau dengan resiko sekalipun, dan aku hanya berharap cukuplah dengan ridho Allah yang pasti selalu mencintaiku dan mencukupi kehidupanku.

Posting Komentar

0 Komentar